Wednesday, March 16, 2011

Kisah Para Korban Tsunami di Jepang

SEORANG perempuan berusia 70 tahun ditemukan hidup, empat hari setelah gempa dan tsunami mengguncang Jepang. Juru bicara Dinas Pemadam Kebakaran Osaka, Jepang barat, Yuko Kotani, mengatakan, perempuan itu ditemukan di dalam rumahnya yang tersapu tsunami di Prefektur Iwate, Jepang timur laut. Para petugas penyelamat dari Osaka dikirim ke daerah itu untuk operasi penyelamatan.
Perempuan tersebut, namanya tidak disebutkan, sadar, tetapi menderita hipotermia dan sedang dirawat di rumah sakit. Berita penyelamatannya itu merupakan kabar menggembirakan di antara kisah-kisah sedih korban bencana. Dua hari sebelumnya, seorang pria berusia 60 tahun diselamatkan dari atap rumahnya yang terseret dan mengapung di laut. Hiromitsu Shinkawa ditemukan oleh kapal perusak Kementerian Pertahanan Jepang sekitar 15 kilometer dari pantai.
Rumah Shinkawa di kota Minami Soma, Prefektur Fukushima, tercabut dari fondasinya dan tersapu ke laut oleh arus balik tsunami. Dia terlihat melambai-lambaikan sepotong kain merah sambil berpegang erat pada reruntuhan rumahnya. Shinkawa mengatakan, tsunami menghantam saat dia dan istrinya kembali ke rumah untuk membawa beberapa harta benda setelah gempa. Istrinya tersapu dan hilang.
”Beberapa helikopter dan kapal lewat, tetapi melihat saya. Saya kira hari itu akan menjadi hari terakhir dalam hidup saya,” kata Shinkawa, dikutip oleh seorang juru bicara badan pertahanan. ”Saya lari setelah mendengar tsunami datang, tetapi kembali lagi untuk mengambil sesuatu dari rumah. Saya selamat karena berpegang erat pada atap rumah saya,” ujarnya lebih lanjut.
Shinkawa dilaporkan dalam kondisi baik setelah dibawa ke rumah sakit dengan helikopter.
Para lansia pun selamat
Kaori Ohashi juga selamat dari bencana alam gempa dan tsunami itu. Ohashi menyaksikan dengan kengerian saat gelombang lumpur penuh puing menghantam rumah-rumah dan meratakan ladang-ladang. Dia bergegas ke arah rumah perawatan lansia tempatnya bekerja.
Dia melihat mobil-mobil dan pengemudinya terlempar oleh arus air yang mengamuk itu. Korban-korban lain berpegang erat pada pohon-pohon sebelum tsunami menyeret mereka. ”Saya kira hidup saya selesai,” kata Ohashi saat menceritakan kisah dua malam yang mengerikan terperangkap di dalam panti dengan 15 tenaga staf dan 200 lansia setelah bencana hari Jumat lalu itu.
Ohashi (39), ibu dua anak, kini tinggal di sebuah sekolah di Sendai, ibu kota Prefektur Miyagi, bersama 400 pengungsi lainnya. Setiap kali gempa susulan mengguncang gedung, dia melompat untuk memeluk putrinya yang berusia dua tahun.
Hari Jumat, saat lantai satu dari panti itu dipenuhi air berwarna gelap, Ohashi dan rekan-rekan kerjanya berjuang membawa para lansia ke lantai dua dan tiga.
Ohashi dan rekan-rekannya terus sibuk mengurus para lansia itu, memberi mereka makan sedikit tuna kaleng dan sedikit roti dengan senter. Dalam gelap gulita, para tenaga staf membantu para lansia tidur di tikar.
”Kami dalam isolasi total. Kami takut meninggalkan panti karena tsunami dan gempa bisa sewaktu-waktu terjadi,” kata Ohashi yang kemudian bisa menghubungi putranya yang berusia 12 tahun lewat telepon seluler.
Hari Minggu, saat air sudah surut, sebuah tim penyelamat darurat tiba di rumah perawatan itu. Mereka membuka jalan bagi para lansia untuk menyelamatkan diri. Tak ada yang cedera.
Ohashi bertemu keluarganya di tempat penampungan di Sendai. ”Saya begitu gembira melihat putra dan putri saya. Saya tak punya kata-kata untuk mengungkapkannya. Saya begitu bahagia,” ungkapnya.

No comments: